Shadow Word generated at Pimp-My-Profile.com

Kamis, 13 Januari 2011

Kenapa kita mesti membahas imamah ?



Awal perpecahan umat islam setelah wafatnya Nabi saww adalah perselisihan dalam masalah imamah (kepemimpinan pasca rasul). Sehingga islam terpecah menjadi dua golongan . yang satu mengikuti imam Ali bin Abi Thalib as dan yang lain mengikuti para khalifah selain imam Ali as. Pembahasan seputar bagaimana proses perpecahan ini dan penyebab-penyebabnya di luar pembahasan kita. Karena, pembahasan itu adalah pembahasan sejarah. Sedangkan yang dibahas di sini ialah penguraian hakikat imamah dan syarat-syaratnya menurut syiah maupun sunni berdasarkan cahaya akal, wahyu dan kejadian sejarah.
Ada yang mengatakan bahwa bentuk pemerintahan setelah nabi saw adalah masalah sejarah yang telah lewat masanya. Dengan kata lain pemimpin (khalifah) setelah Nabi ialah Abu Bakr ataukah imam Ali as ? dan apa keuntungan kita membahas masalah ini. Sedangkan masalah ini tidak memberikan efek apapun dalam kehidupan kita sekarang ini. Dan juga, bukankah sebagai muslim kita harus meninggalkan masalah ini demi menjaga persatuan ?
Mungkin, jawaban yang tepat ialah, tidak diragukan lagi, bahwa sebagai muslim kita wajib menjaga persatuan. Akan tetapi, itu bukan berarti kita lantas meninggalkan masalah yang penting. Karena sebaliknya, ini adalah pembahasan yang suci (baik). Sehingga (dengan membahas masalah ini) dapat menyatukan barisan dan saling mendekatkan dua kelompok. Juga, (dengan membahas masalah ini) dapat mengantar kita saling mengetahui aqidah yang diyakini kelompok lain. Maka salah kalau kita meninggalkan masalah ini karena takut perpecahan. Karena dengan demikian dapat menimbulkan su’udzon (berburuk sangka) terhadap saudara kita yang lain. Dan ini yang diinginkan orang-orang luar (kafir). Ini yang pertama.
Yang kedua yaitu dalam masalah imamah ini terdapat dua dimensi. Dimensi sejarah yang telah berlalu masanya dan dimensi agama yang akan selalu ada. Nah, jika ada dalil yang membuktikan bahwa imam Ali dan keturunannya adalah pengganti Rasulullah saww, sehingga mereka as dijadikan tempat bertanya tentang seluruh problema agama yang diperselisihkan setelah wafatnya Nabi, maka wajib bagi kaum muslimin untuk merujuk kepada mereka as dalam penafsiran al-Qur’an dan penjelasannya. Dan juga dalam masalah-masalah baru yang belum terjadi atau al-Qur’an dan hadits belum menjelaskan. Ini berarti, masalah imamah ini bukanlah masalah yang telah berlalu zamannya (sehingga tak perlu dibahas lagi) tapi dalam masalah imamah ini terdapat pembahasan-pembahasan yang selalu ada dan penting untuk dibahas.
Walau pembahasan imamah dan khilafah ini bisa menimbulkan perpecahan, akan tetapi dalam pembahasan ini juga terdapat pembahasan lain yang suci dari perpecahan. Yaitu pembahasan seputar tempat merujuk masalah-masalah agama setelah wafatnya Rasul yang mulia saww. Dan apakah Rasul telah menetapkan seseorang atau sekelompok yang bakal menggantikan beliau ataukah tidak. Ini yang menjadi inti pembahasan tentang imamah.
Dan syi’ah meyakini bahwa sunnah nabawiyyah telah menetapkan Ahlulbayt nabi sebagai tempat rujukan masalah-masalah agama, baik ushul maupun furu’nya. Pendapat ini dikuatkan dengan hadits tsaqalain yang mutawatir dikalangan sunni maupun syi’i. Tidak akan ada yang menentang hadits ini orang-orang bodoh yang keterlaluan bodohnya. Hadits ini telah diriwayatkan sekitar 20 orang sahabat.i Adapun haditsnya berbunyi
Rasul saww bersabda ‘telah kutinggalkan dua pusaka agung untuk kalian, jika kalian berpegang teguh kepada keduanya kalian tidak akan pernah tersesat; yaitu Al-qur’an dan Ahlulbaytku
Makna dari hadits ini adalah penjelasan akan kemaksuman keluarga suci nabi yang telah disandingkan dengan Al-qur’an dan keduanya ini tidak akan pernah berpisah. Seperti yang diketahui, Al-qur’an adalah kitab suci yang tidak ada kebatilan di dalamnya, maka bagaimana munkin yang menjadi pendamping Al-qur’an adalah orang-orang yang sering salah dalam menghukumi, bertindak serta berbicara!? Ditambah lagi, bahwa dalam hadits itu kaum muslimin diperintah untuk berpegang teguh kepada Ahlulbayt. Kalau mereka (Ahlulbayt) tidak maksum (bisa berbuat salah) maka bagaimana mungkin mereka tidak akan menyesatkan umat islam!?
Maka, seperti yang dipahami akal, untuk mengetahui kebenaran kita membutuhkan ‘guru pandai’ yang tidak salah dalam memahami kebenaran. Oleh karena itu, Rasulullah saww telah menyiapkan pendamping Al-qur’an hingga hari kiamat yang tidak lain adalah keluarga sucinya yang telah diserupakan dengan bahtera nabi Nuh as.ii Barangsiapa yang mengikuti mereka selamat dari adzab neraka, yang meninggalkan mereka laksana orang yang ditempa air bah dan angin topan pada masa nabi Nuh as, yaitu celaka dan tenggelam didalam neraka.
(Diambil dari kitab Muhadhorot fil Ilahiyat, karya Syaikh Ja’far Subhani, hal 321-324)
Jepara, senin malam, 10-01-11



i Silahkan rujuk : Shahih Muslim, 5/122; Sunan Tirmidzi, 2/ 307; Musnad Ahmad bin Hambal, jld 4, hal 366&371, jld 5, hal 1827189

ii Silahkan rujuk : Mustadrak Al-hakim, 2/151; khasais al-kubra As-suyuthi, 2/266 dll

Tidak ada komentar:

Posting Komentar